Sejumlah Perda Belum Dilengkapi Perbub, Pemkab PPU: Ini Alasannya

PENAJAM – Sejumlah besar Peraturan Daerah (Perda) di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) hingga kini belum memiliki Peraturan Bupati (Perbup) sebagai tindak lanjut. Kondisi ini menjadi perhatian serius, terutama karena menghambat implementasi kebijakan daerah.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten PPU, Pitono mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan lambatnya proses ini adalah seringnya perubahan regulasi di tingkat yang lebih tinggi.

Pitono menjelaskan bahwa sesuai dengan Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknislah yang memiliki kewenangan penuh untuk menginisiasi dan menyusun konsep serta rancangan Perbup yang merupakan turunan dari Perda. Namun, dalam praktiknya, proses ini menghadapi banyak tantangan.

“Perda itu kan sudah ditetapkan. Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah menyatakan bahwa SKPD teknis yang punya kewenangan untuk mengajukan dan menyusun konsep promet serta rancangan Perbup yang merupakan perintah Perda,” jelas Pitono, Senin (7/7/2025).

Menurutnya, perubahan regulasi di bawah Undang-Undang menjadi kendala signifikan bagi SKPD dalam merampungkan draf hukum Perbup.

“Selama ini ternyata pergantian aturan itu yang menghambat. Seperti peraturan di bawah undang-undang yang banyak berubah, itulah yang membuat SKPD kesulitan melaksanakan penyusunan legal draft dan menindaklanjuti kewenangan Perda ke dalam Perbup. Karena begitu Perda ditetapkan, aturan yang memerintahkan Perbup justru banyak berubah,” terangnya.

Ini berarti, saat sebuah Perda baru saja disahkan, aturan yang menjadi landasan penyusunan Perbupnya justru kerap mengalami perubahan, menyebabkan proses menjadi terhenti atau harus dimulai dari awal.

Sebagai contoh, Pitono menyebutkan bahwa sekitar 200 Perda yang ditetapkan antara tahun 2002 hingga 2005 belum memiliki Perbup pelaksana. Namun, ia juga menambahkan bahwa sebagian besar dari Perda tersebut kini sudah tidak lagi relevan karena aturan induknya telah dicabut.

“Memang ada sekitar 200 Perda, tapi itu terhitung sejak 2002 sampai 2005. Banyak perintah aturannya yang waktu itu menetapkan Perbup, namun kemudian dicabut oleh aturan lain sehingga tidak bisa diteruskan. Kalau perintah aturannya dicabut, ya Perbup-nya otomatis batal,” ungkap Pitono.

Hal ini menunjukkan permasalahan yang tidak hanya terletak pada kecepatan birokrasi, tetapi juga pada dinamika hukum yang terus berkembang.

Menanggapi kondisi ini, Bagian Hukum Setda PPU terus mendorong agar SKPD dapat lebih proaktif dalam melakukan pemetaan. Pemetaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi Perbup mana yang harus segera disahkan dan mana yang perlu dicabut karena sudah tidak relevan.

“Saya pikir teman-teman dinas bisa berkonsultasi untuk memetakan Perbup mana yang harus diakselerasi untuk ditetapkan dan mana yang harus secepatnya dicabut. Kami dari Bagian Hukum juga sudah sering bersurat bolak-balik, tinggal menunggu hasilnya dari SKPD,” pungkas Pitono, menekankan pentingnya koordinasi dan inisiatif dari masing-masing SKPD untuk mempercepat penyelesaian masalah ini demi kelancaran roda pemerintahan dan pelayanan publik di PPU.(Adv)

 

Penulis: Ayu




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *