PENAJAM — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tengah berupaya untuk meningkatkan cakupan imunisasi Campak Rubella (MR) di wilayahnya. Program ini merupakan bagian dari Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang dimulai sejak Agustus dan masih berlanjut hingga saat ini.
Kepala Bidang Pencegahan & Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes PPU, Sri Temu, menjelaskan bahwa program imunisasi MR di sekolah-sekolah masih terus berjalan.
“Program suntik Campak Rubella di tahun ini dimulai Agustus bersamaan dengan BIAS. Ini masih berlanjut sampai September, dan jika belum selesai akan dilanjutkan sampai Oktober,” jelasnya.
Sri Temu menambahkan bahwa banyaknya sekolah dan murid menjadi tantangan tersendiri, sehingga pelaksanaan imunisasi oleh puskesmas tidak selalu selesai dalam periode Agustus-September.
“Makanya sampai sekarang hasilnya belum bisa kita rekap karena masih dalam proses pelaksanaan,” ujarnya, Kamis (18/9/2025).
Program imunisasi ini menyasar beberapa kelompok usia:
– Anak sekolah, khususnya yang duduk di bangku SD.
– Bayi usia 9 bulan.
– Balita usia 18-24 bulan.
Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah penolakan dari sebagian orang tua. Sri Temu mengungkapkan,
“Memang masih ada sebagian masyarakat kita yang orang tuanya menolak anaknya mendapatkan imunisasi itu.”
Alasan penolakan bervariasi, namun yang paling sering adalah kekhawatiran terhadap efek samping pasca-imunisasi, seperti demam.
“Setiap vaksin yang diberikan pasti ada efeknya. Kadang ada yang demam sampai sehari semalam, tapi ada juga yang tidak. Tergantung daya tahan tubuh masing-masing anak,” terangnya.
Selain itu, Sri Temu menyebut ada juga penolakan berdasarkan keyakinan, seperti yang dilakukan oleh sebagian kelompok yang menganggap imunisasi itu haram.
Meskipun demikian, Dinkes PPU tidak tinggal diam. Mereka terus melakukan upaya edukasi dan penyuluhan.
“Upaya dari kami yang pasti sudah memberi edukasi atau penyuluhan ke orang tua, pemahaman bahwa imunisasi diberikan ada dasarnya dan aturannya. Itu juga tidak haram. Imunisasi diberikan untuk mencegah penyakit supaya tidak terkena sakit campak,” tegasnya.
Meskipun program imunisasi berjalan, kasus campak di PPU masih ditemukan. Tercatat, hingga saat ini sudah ada 22 kasus campak yang dilaporkan.
Sri Temu menjelaskan bahwa ke-22 kasus ini masih dalam tahap konfirmasi. Sampel dari tenggorokan pasien dikirim ke laboratorium di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, karena reagen di Kalimantan Timur sedang kosong.
Dari 22 kasus tersebut, baru sebagian yang hasilnya sudah keluar:
– Satu kasus positif
– Sembilan kasus negatif
– Enam kasus masih dalam proses pemeriksaan
– Enam kasus lainnya masih dalam proses pengiriman sampel
Kasus-kasus ini tersebar di beberapa wilayah, dengan sebaran terbanyak di Penajam (4 kasus), Maridan (4 kasus), Sepaku 1 (4 kasus), Petung (3 kasus), Sepaku 3 (3 kasus), Babulu (2 kasus), Sebakung (1 kasus), dan Sotek (1 kasus).
“Memang tersebar di semua kecamatan,” imbuh Sri.
Menanggapi kasus positif yang terkonfirmasi, petugas puskesmas telah melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE). PE bertujuan untuk melacak riwayat penyakit dan imunisasi pasien, serta memetakan potensi penyebaran virus.
“Petugas datang ke rumah pasien, ditanya mulai sakit kapan, setelah dia sakit ada gak yang tertular di lingkungan serumahnya,” jelas Sri.
Mewakili pemerintah, Sri Temu menyampaikan harapan besar agar cakupan imunisasi Campak Rubella bisa mencapai 100%.
“Harapan kami capaian imunisasi Campak itu 100% pada bayi 9 bulan, pada anak usia 18-24 bulan, termasuk pada anak sekolah. Supaya anak-anak kita terlindungi dari penyakit campak,” katanya.
Sri mengakui, meskipun targetnya optimal, kendala di lapangan akan selalu ada.
“Namanya sesuatu pasti ada penolakan walau gak banyak, karena masyarakat kan masing-masing pemahaman dan penerimaannya,” tutupnya.(Adv)
Penulis: Ayu