Samarinda — DPRD Kalimantan Timur menyoroti meningkatnya potensi kekacauan dalam mekanisme penyaluran tenaga kerja menyusul keterlibatan sejumlah pihak di luar lembaga yang berwenang. Fenomena ini mencuat seiring munculnya inisiatif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah desa, yang mulai mencoba mengambil peran sebagai penghubung antara pencari kerja dan perusahaan.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, menjelaskan bahwa adanya dorongan dari pemerintah desa untuk mengeluarkan rekomendasi tenaga kerja sebenarnya tidak menjadi persoalan selama berada dalam batas kewajaran.
Namun apabila peran tersebut masuk terlalu dalam ke wilayah teknis, mekanisme yang sejatinya telah diatur bisa berubah menjadi tidak terkendali dan tumpang tindih antarinstansi.
Ia mengingatkan bahwa campur tangan yang berlebihan justru dapat membuat jalur penempatan tenaga kerja semakin kabur dan memunculkan risiko konflik kewenangan.
“Apabila desa terlibat terlalu jauh, justru berpotensi menimbulkan tumpang tindih. Prosedurnya bisa menjadi semakin rumit. Pihak yang profesional tetap labor suplai karena memiliki fasilitas dan legalitas yang lengkap,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Agusriansyah menambahkan bahwa ketertiban dalam penyaluran tenaga kerja hanya bisa tercapai jika semua pihak kembali berpegang pada koridor aturan yang berlaku.
Menurutnya, setiap lembaga sudah memiliki peran yang jelas dan tidak boleh saling mengambil alih, agar proses rekrutmen berjalan efektif serta tidak menimbulkan permasalahan baru.
Ia menegaskan bahwa fungsi masing-masing pihak harus ditempatkan sebagaimana mestinya, mulai dari regulator hingga eksekutor di lapangan.
“Disnaker sebagai regulator, perusahaan sebagai pengguna tenaga kerja, dan labor suplai sebagai mitra resmi yang berperan dalam penyaluran,” tegasnya. (Adv/DprdKaltim)







