PENAJAM – Baju pengantin adat Paser dikembangkan kembali seiring meningkatnya kesadaran akan pelestarian budaya lokal.
Selain memiliki makna budaya yang dalam, busana pengantin tradisional ini juga dinilai lebih sederhana, sopan, dan terjangkau di Penajam Paser Utara (PPU).
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) PPU, Christian Nur Selamat, menyampaikan bahwa baju pengantin adat Paser dapat digunakan oleh siapa pun, tanpa membedakan latar belakang suku atau status sosial.
“Baju pengantin adat Paser sekarang sudah lebih umum digunakan. Siapa saja bisa memakainya, seperti halnya baju pengantin adat Banjar atau Jawa,” ujarnya.
Christian juga menyebut bahwa baju pengantin adat Paser justru lebih sesuai dengan nilai-nilai kekinian, terutama karena desainnya yang tertutup dan sopan, sehingga cocok untuk pengantin perempuan yang berhijab.
“Bajunya berlengan panjang, menutup seluruh aurat, dan dilengkapi dengan kerudung khas Paser berwarna kuning. Tapi tetap fleksibel, karena tanpa hijab pun bisa disesuaikan, tinggal menyesuaikan tata rias dan aksesori kepala,” jelasnya.
Penggunaan mahkota atau penutup kepala khas adat Paser juga tidak menjadi kendala bagi yang berhijab. Aksesori tersebut cukup diletakkan di atas kerudung tanpa harus menyentuh langsung rambut, sehingga tetap menghormati nilai-nilai syariat.
Christian menambahkan bahwa penggunaan kembali baju pengantin adat ini juga dapat menjadi bentuk edukasi budaya kepada generasi muda. Apalagi, secara ekonomis, biaya penyewaannya juga relatif murah.
“Kalau dibandingkan dengan busana pengantin lain, ini justru lebih terjangkau. Hanya perlu keterampilan khusus untuk bordirannya. Jadi ini sekaligus membuka peluang bagi pelaku UMKM di fashion dan tata rias adat,” tutupnya.