PENAJAM – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) merencanakan pelaksanaan Festival Nondoi akhir tahun ini akan digelar selama tiga hari. Durasi ini lebih singkat dibandingkan tahun sebelumnya karena menyesuaikan dengan keterbatasan anggaran.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar PPU, Christian, menyampaikan bahwa pelaksanaan festival adat Nondoi umumnya berlangsung antara tiga hingga tujuh hari, tergantung pada kesiapan dan pendanaan. “Tahun ini kami perkirakan sekitar tiga hari, lebih singkat dari biasanya,” ujarnya, Sabtu (26/7/2025).
Christian menyoroti keterbatasan dukungan anggaran terhadap sektor kebudayaan di PPU, yang dinilainya masih jauh dari ideal. Ia membandingkan dengan daerah lain seperti Kalimantan Barat yang memiliki APBD lebih kecil, tetapi mampu memprioritaskan budaya secara signifikan.
“Di Kalbar, alokasi anggaran untuk kebudayaan bisa mencapai 10 persen dari APBD mereka. Padahal APBD mereka yang paling kecil dibanding provinsi lain di Kalimantan,” ujarnya. Sementara itu, kata Christian, alokasi anggaran untuk kebudayaan di PPU bahkan belum menyentuh satu persen.
Christian menuturkan pengalamannya ketika mengunjungi Pontianak, di mana dalam satu bulan bisa terselenggara hingga tiga festival budaya, seperti Pekan Kampung, Pekan Gawai Dayak, hingga Festival Tionghoa. “Mereka bisa menyentuh semua unsur budaya; Melayu, Dayak, hingga Tionghoa,” katanya.
Hal tersebut, lanjutnya, merupakan bentuk komitmen dari pemangku kebijakan di sana yang memandang budaya sebagai bagian penting dari pembangunan. Ia berharap pola pikir serupa juga dapat diterapkan di PPU, bahwa pembangunan tidak hanya sebatas fisik dan infrastruktur semata.
“Kebudayaan itu menyangkut pembangunan manusia. Ada aspek mental dan karakter masyarakat yang dibentuk dari situ,” ujar Christian. Ia juga menilai bahwa pemimpin dengan jiwa seni atau pemahaman multikultural akan lebih peka terhadap kebutuhan non-fisik ini.
Christian menekankan bahwa pelestarian budaya harus mendapat tempat yang layak dalam kebijakan pembangunan daerah. Menurutnya, tanpa dukungan anggaran yang memadai, upaya menjaga identitas dan warisan budaya lokal akan sulit berkelanjutan.
Ia berharap ke depan akan ada perubahan kebijakan yang lebih berpihak pada penguatan budaya di daerah. “Jika ada kemauan politik yang kuat, kita sangat mungkin mengejar ketertinggalan itu,” pungkasnya.