PENAJAM – Ritual adat Belian masih menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Meski zaman terus berubah, sebagian keluarga masih melaksanakan ritual ini dalam berbagai kesempatan, mulai dari pengobatan, hajatan, hingga saat membuka lahan pertanian.
Kepala Bidang Kebudayaan dan Produk Budaya Disbudpar PPU, Christian Nur Selamat, mengatakan Belian tidak hanya dikenal di PPU, melainkan juga di berbagai daerah Kalimantan.
“Hampir semua etnis di Kalimantan mengenal Belian, meski dengan sebutan yang berbeda. Ada yang menyebutnya walian, ada juga belian dengan istilah khas di masing-masing daerah,” ujarnya.
Festival Nondoi, lanjutnya, menjadi salah satu upaya pemerintah daerah untuk mengangkat kembali ritual ini ke ranah publik. “Nondoi dipilih karena merupakan jenis Belian dengan prosesi panjang, bahkan bisa lebih dari sebulan. Namun di festival, pelaksanaannya disesuaikan agar tetap bisa dinikmati masyarakat luas,” jelasnya.
Menurut Christian, meski ritual Belian masih bertahan, perkembangan zaman membuat sebagian praktiknya mulai berkurang.
“Di sawah atau kebun, masih ada keluarga yang melakukannya, tapi tidak sebanyak dulu. Karena itu, festival menjadi salah satu cara untuk menjaga agar tradisi ini tidak terkikis,” tegasnya.
Ia menekankan, melestarikan Belian bukan hanya soal menjaga masa lalu, tetapi juga memperkuat identitas daerah dan memberi pemahaman pada generasi mendatang tentang pentingnya tradisi leluhur. (ADV)







