PENAJAM – Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor, secara terbuka menyuarakan keprihatinan mendalam terkait ketidakseimbangan finansial yang dialami daerahnya dari sektor perkebunan kelapa sawit. Beliau menyoroti jurang pemisah antara wilayah operasional sawit yang luas dengan manfaat keuangan (Dana Bagi Hasil/DBH) yang diterima PPU, yang dinilai sangat minim.
Mudyat Noor mengungkapkan data yang mengejutkan, menyebutkan bahwa DBH kelapa sawit yang diterima PPU tidak mencapai angka Rp2 miliar. Jumlah ini dinilai sangat kecil dan tidak sebanding dengan luas wilayah yang digunakan dan dampak yang ditimbulkan oleh industri tersebut.
”Pendapatan DBH-nya PPU terlalu kecil, tidak sampai 2 miliar. Kami berharap kami dapat bersama-sama memperjuangkan DBH di wilayah penghasil sawit ini agar menjadi lebih besar,” tegas Mudyat (21/11/25).
Beliau menilai persentase bagi hasil yang diterima PPU selama ini tidak adil, mengingat segala gejolak sosial dan kerusakan lingkungan serta infrastruktur yang harus ditanggung oleh daerah.
Kesenjangan pendapatan ini menjadi isu yang sangat krusial di tengah tantangan daerah untuk mandiri secara finansial. Situasi ini semakin mendesak setelah adanya pemotongan Dana Transfer Keuangan Umum (TKGU) dari pemerintah pusat. Menekankan bahwa Pemkab PPU harus lebih inovatif dalam mencari sumber pendapatan.
“Situasi ini menjadi mendesak di tengah pemotongan Dana Transfer Keuangan Umum (TKGU) dari pusat. Daerah harus bisa pandai berkreasi, berinovasi agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu bisa meningkat,” tambahnya.
Kritik mudyat juga diarahkan pada minimnya kontribusi langsung atau feedback dari perusahaan sawit untuk pembangunan infrastruktur dan sosial di PPU. Menurutnya, kontribusi perusahaan hanya sebatas kewajiban pajak umum, seperti PPN dan Pajak Ekspor, yang pengelolaannya terpusat pada lembaga nasional.
”Selama ini tidak ada kontribusi perusahaan sawit terhadap daerah, dia hanya terkena pajaknya PPN, Pajak Ekspor, tapi itu dikelola BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit). Feedback-nya kepada daerah ini kurang, nah ini yang mau kita perjuangkan,” jelasnya.
Bupati Mudyat Noor menutup pernyataannya dengan menyoroti dampak nyata pada infrastruktur. Kerusakan jalan lingkungan dan jalan usaha tani akibat aktivitas sawit memerlukan anggaran perbaikan yang signifikan, namun anggaran perbaikan yang tersedia sangat terbatas, bahkan hanya cukup untuk perbaikan jalan sepanjang
“300 meter, 500 meter enggak sampai,” Tutupnya. (adv)
penulis : ayu







