Samarinda — Menjelang penutupan tahun anggaran 2025, kinerja penyerapan anggaran di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur kembali menjadi perhatian serius legislatif.
Hingga akhir November, progres pemanfaatan anggaran dinilai masih jauh dari optimal dan dikhawatirkan berdampak pada kualitas layanan pendidikan dasar di berbagai daerah.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Fuad Fakhruddin, menyebut lambannya eksekusi program pendidikan membuat manfaat anggaran tidak segera dirasakan masyarakat.
Menurutnya, kondisi ini paling berdampak pada daerah yang letaknya jauh dari pusat kota, di mana keterlambatan program sering kali berbanding lurus dengan terbatasnya akses pendidikan.
“Anggaran bukan sekadar deretan angka. Itu amanah yang wajib diwujudkan menjadi manfaat konkret bagi masyarakat,” ujar Fuad, Senin (1/12/2025).
Fuad menilai, sejumlah desa dan kecamatan terpencil menjadi kelompok yang paling merasakan akibat dari minimnya progres di sektor pendidikan. Saat program tak berjalan tepat waktu, layanan seperti pembangunan sarana belajar, distribusi fasilitas, hingga kegiatan peningkatan kompetensi guru ikut tersendat.
Karena itu, ia meminta Disdikbud memperbaiki perencanaan agar lebih responsif terhadap kebutuhan riil di lapangan.
“Kami berharap Disdikbud menyiapkan program yang benar-benar tepat sasaran. Masyarakat di kawasan pinggiran juga berhak memperoleh layanan pendidikan yang layak,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa percepatan realisasi anggaran sejalan dengan arah kebijakan Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, yang mendorong peningkatan kualitas pendidikan melalui dua program prioritas, yakni Gratispol dan Jospol.
Menurutnya, program tersebut hanya dapat berhasil jika OPD pelaksana bekerja secara efektif dan tidak mengulangi pola keterlambatan yang terjadi setiap tahun.
“Program Gratispol dan Jospol merupakan bukti Pemprov menempatkan pendidikan sebagai prioritas. Tinggal bagaimana OPD pelaksana memastikan program ini berjalan maksimal,” jelasnya.
Selain persoalan serapan, Fuad juga menyoroti ketimpangan fasilitas pendidikan, khususnya SMA Negeri di Samarinda dan Balikpapan. Banyak siswa harus menempuh perjalanan jauh karena terbatasnya jumlah sekolah, sementara kebutuhan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk.
“Keluhan ini muncul dari tahun ke tahun. Persebaran sekolah belum merata, baik di Samarinda maupun Balikpapan,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa Disdikbud harus lebih peka terhadap dinamika tersebut dan segera mengambil langkah-langkah yang dapat memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Fuad menilai aspirasi warga sangat sederhana, yakni layanan pendidikan yang layak dan kesempatan bagi anak-anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Harapan warga, mereka ingin anak-anak mereka memperoleh pendidikan yang baik dan dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi,” pungkasnya. (Adv/DprdKaltim)







