PENAJAM – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur zonasi di Kabupaten Penajam Paser Utara kembali menuai sorotan. Salah seorang orang tua calon siswa, Ardiansyah, warga RT 06 Sungai Parit mengungkapkan kekecewaannya lantaran anaknya, Muhammad Rifai Ardiansyah (6 tahun 2 bulan 29 hari), tidak diterima di dua pilihan sekolah terdekat, bahkan di sekolah lain dalam zonasi mereka.
Ardiansyah mengatakan bahwa saat pendaftaran, ia memilih dua sekolah terdekat dengan harapan salah satunya dapat menjadi tempat anaknya menimba ilmu. Namun, kenyataannya kedua pilihan tersebut ditolak.
“Saat pendaftaran ada dua pilihan, sebagai orang tua saya memilih dua pilihan. Harapan saya jika tidak diterima di pilihan pertama berarti pilihan kedua, ternyata kenyataannya keduanya tidak diterima,” ujar Ardiansyah.
Setelah mengalami penolakan di dua sekolah pilihannya, Ardiansyah berinisiatif berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan. Solusi yang diberikan oleh dinas adalah mencari sekolah yang kuotanya masih tersedia. Namun, hal ini menjadi kendala baru bagimya.
“Saat dicek yang kosong sekolahnya jauh dari zonasi kami. Tiga zonasi di wilayah kami penuh, salah satu caranya cari yang kosong,” jelasnya.
Akhirnya, Ardiansyah disarankan untuk mendaftar ke SDN Sesumpu dan SDN Pejala karena kuota di sana masih tersedia. Namun, lokasi kedua sekolah tersebut menjadi pertimbangan berat baginya.
“Masa RT-nya kita di sini sekolahnya di sana? Banyak pertimbangan. Pertama akses jalannya jauh, kasihan anak saya. Karena saya harus bekerja dan tempat kerja saya di Sepaku. Jadi saya tidak bisa antar jemput anak saja,” keluh Ardiansyah, yang kemudian mendorongnya untuk mengadakan forum pertemuan dengan pihak dinas.
Ardiansyah juga menyoroti kasus anaknya yang seharusnya masuk zonasi SDN 014 dan pilihan SDN 021 Sungai Parit. Keduanya tidak diterima.
“Saya coba ke SDN 038, ternyata karena sistem sudah mengisi di 038 itu penuh juga. Jadi tidak ada yang di zonasi kami, tidak ada pilihan lagi yang kosong,” imbuhnya.
Ia merasa ada ketidakadilan dalam sistem ini.
“Saya merasa tidak adil karena coba dipikir, ibarat kita di negara sendiri harus keluar ke negara lain, sedangkan ada saja yang dari luar ke sini,” tegasnya.
Ardiansyah berharap pihak dinas dapat lebih mengakomodir kebutuhan masyarakat lokal.
“Saya juga tidak menyangka seperti ini. Seharusnya kan dinas mengakomodir dulu di wilayah ini, misalnya berapa sih yang akan masuk sekolah, berapa anak kan bisa didata. Itu yang dipikirkan, baru jangan disamaratakan terbatas 28 kuota, sedangkan kita ada lebih 11 anak yang terlempar dari SD ini,” paparnya.
Senin lalu, setelah mengetahui anaknya tidak diterima, Ardiansyah langsung mendatangi dinas dan bertemu dengan Kepala Bidang. Dari pertemuan tersebut, solusi yang diberikan adalah mencari sekolah yang kuotanya kosong, yang kemudian mengarahkan Ardiansyah untuk mendaftar di Sesumpu dan Pejala.
Meskipun dinas menganggap solusi tersebut baik, Ardiansyah merasa dampak negatifnya justru akan dirasakan oleh anaknya.
“Pertama dampak negatifnya ke anak saya. Ibaratnya sekolah diawal-awal masih di usia dini perlu bimbingan orang tua, tapi tiba-tiba belajar di lingkungan asing. Coba pikirkan itu,” ujarnya.
Ia juga khawatir jika anaknya tidak sekolah setahun penuh.
“Kalau anak saya setahun di rumah saja, pasti tar main HP, siapa yang bisa bendung? Saya kerja cari nafkah untuk anak istri, masa saya harus jagain anak saya selama setahun itu, kalau dia tidak sekolah. Tapi kalau dia sekolah ibaratnya kan bisa terfokus dengan bermain dan belajar di sekolah, kalau pulang capek bisa kita bendung nanti main HP-nya,” pungkas Ardiansyah.
Ardiansyah sangat berharap anaknya dapat diterima di sekolah terdekat dari rumahnya, yang berada di perbatasan Nipah-Nipah RT 05 dan Sungai Parit RT 06.
Penulis: Ayu




