Samarinda – Dampak dari adanya sistem zonasi, berbuntut pada penuntutan dari masyarakat terhadap pemerintah untuk menyamakan fasilitas sekolah di lingkungan dalam dengan fasilitas di lingkungan Kota.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IV Puji Setyowati, saat diwawancarai seusai Rapat Paripurna ke-37 di Gedung D DPRD Kaltim beberapa hari lalu.
“Mereka meminta Sarana Prasarana (Sarpras) dilengkapkan, seperti labolatorium, lapangan, fasilitas ekstrakurikuler,” ungkapnya.
“Namun ini adalah keputusan pemerintah pusat dengan sistem zonasi ini, mereka sekolah di tempat yang berjarak dekat dengan rumah tinggal mereka,” lanjutnya.
Puji menyoroti bahwa beberapa sekolah SMA negeri di Samarinda Seberang belum masuk kedalam kategori layak dalan urusan Sarprasnya.
“Kalau kita lihat di Kecamatan Samarinda Ulu, sekolah disana sudah memiliki fasilitas seperti laboratorium, taman bermain yang lebih lengkap, sementara di daerah Samarinda Seberang justru sebaliknya,” ungkapnya.
Namun Puji tetap percaya diri bahwa sistem zonasi harus tetap dipertahankan.
“Saya meminta sistem zonasi ini tetap dipertahankan. Sebab keinginan masyarakat yang sudah disampaikan dalam reses, dapat kami akomodir di anggaran selanjutnya untuk pelengkapan sarana dan prasarana,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim ini sampaikan kendala berikutnya terkait infrastruktur aksen jalan ke sekolah.
“Kendala lain di infrastruktur akses jalan menuju sekolah. Rata-rata sekolah yang berada di Bentuas, Lempake, Sungai Siring, Loa Kumbar masih minin terkait infrastruktur,” ujarnya.
Masih bersinggungan, mantan dosen Politeknik Negeri Samarinda ini soroti Peraturan Gubernur (Pergub) No.49 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan (Bankeu). Pergub tersebut Dianggap masih menjadi hambatan dalam merealisasikan berbagai usulan dan aspirasi masyarakat.
“Terkait Pergub Nomor 49 ini, menjadi kendala besar bagi DPRD Kaltim, sebab hal itu menjadi pembatas kami dalam merealisasikan kebutuhan masyarakat. Sarana ibadah, sarana kesehatan, tidak bisa kami bantu sama sekali,” tuturnya.
“Ini menjadi PR tambahan selain tuntutan kesetaraan fasilitas sekolah dari masyarakat. Kami berharap Pergub Nomor 49 ini dilunakan dengan bahasa lain, tapi tetap tidak melangar per Undang-Undang (UU),” tutupnya.