PENAJAM – Di balik pembangunan megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN), tersimpan kekhawatiran akan punahnya budaya lokal. Salah satunya bahasa Paser sebagai warisan budaya masyarakat asli.
Christian Nur Selamat, Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata PPU, mengatakan bahwa kondisi ini sangat memprihatinkan. Bahasa Paser kini semakin sedikit digunakan dan terancam punah.
“Saat ini kami fokus memperkenalkan kembali budaya dan bahasa Paser melalui program yang melibatkan masyarakat langsung. Tapi tantangan utama tetap pada minimnya anggaran,” ungkap Christian.
Menurutnya, data dari Kemendikbudristek menunjukkan jumlah penutur bahasa Paser terus menurun drastis. Beberapa subdialek bahkan telah hilang, sementara sisanya berada di ambang kepunahan.
Pelestarian bahasa daerah menjadi prioritas di tengah laju modernisasi. Christian menilai, sekolah-sekolah perlu mengambil peran lebih besar dalam mengenalkan bahasa daerah kepada siswa.
“Langkah strategisnya adalah memasukkan bahasa Paser dalam pendidikan muatan lokal. Dari sanalah anak-anak bisa mulai mengenal kembali identitas mereka,” jelasnya.
Tak hanya soal bahasa, Disbudpar PPU juga aktif menjaga unsur budaya lainnya seperti seni, adat, dan permainan rakyat. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan.
Christian menegaskan bahwa meski IKN membawa perubahan besar, budaya lokal tidak boleh tergerus. “Ini momen penting untuk menunjukkan siapa kita sebenarnya sebagai bagian dari bangsa,” tutupnya.