PENAJAM – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terus mendorong pelestarian budaya lokal melalui perlindungan hukum. Salah satu upayanya adalah dengan memproses pengajuan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) ke Kementerian Hukum dan HAM.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar PPU, Christian Nur Selamat, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah menggodok beberapa draft pengajuan KIK baru, sebagai lanjutan dari empat unsur budaya tak benda, seperti Tari Ronggeng, baju adat Paser, dan pakaian pengantin adat Paser.
“Masih ada beberapa usulan lain yang sedang kami siapkan. Namun karena masih dalam proses internal Kemenkumham, kami belum bisa membicarakan detailnya,” jelas Christian.
Ia menegaskan unsur yang telah diajukan sebelumnya semuanya merupakan budaya tak benda, seperti tradisi, upacara adat, atau praktik sosial. Salah satu contohnya adalah tata cara pernikahan adat Paser yang memiliki nilai historis dan kultural tinggi.
Terkait pakaian adat pernikahan suku Paser, Christian menyebut bahwa penggunaannya tidak dibatasi oleh asal-usul etnis. Siapa pun yang ingin menggunakan pakaian tersebut dalam upacara pernikahan diperbolehkan, tanpa melihat latar belakang suku.
“Baju adat Paser boleh dipakai oleh siapa saja. Tidak ada larangan bagi warga non-Paser. Namun memang, dulunya ada perbedaan pada warna dan jenis perhiasan, terutama bagi kalangan bangsawan,” jelasnya.
Menurutnya, budaya Paser memiliki karakter terbuka dan bisa diterima lintas komunitas, selama tetap menghormati nilai-nilai tradisi yang melekat.
“Itulah yang jadi kekuatan budaya kita. Terbuka, tapi tetap punya ciri khas dan nilai yang kuat. Ini yang ingin kami lindungi melalui pengajuan KIK,” tutup Christian.
Dengan perlindungan KIK, Disbudpar berharap warisan budaya daerah dapat diakui secara resmi dan tidak mudah diklaim oleh pihak lain.