Error: Invalid or missing Google Analytics token. Please re-authenticate.

Masalah SPMB SDN 014 Penajam, Disdikpora PPU Ungkap Risiko Jika Lakukan Diskresi - Beritakaltimterkini.com

Masalah SPMB SDN 014 Penajam, Disdikpora PPU Ungkap Risiko Jika Lakukan Diskresi

PENAJAM – Permasalahan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SDN 014 Penajam, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), masih belum menemui titik temu. Sejumlah warga Kelurahan Nipah-Nipah mengeluhkan anak mereka tidak lolos melalui jalur zonasi, meski lokasi rumah mereka relatif dekat dengan sekolah.

Untuk itu Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU, Ismail menegaskan pihaknya tidak bisa lagi melakukan kebijakan diskresi seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Tahun lalu kami memang sempat melakukan diskresi, menerima hampir 100 siswa di luar jalur resmi, demi mengakomodasi warga. Tapi dampaknya besar, tahun ini kami sudah ditegur keras oleh pemerintah pusat,” ujar Ismail, saat berdialog dengan warga, Jumat (4/7/2025).

Ismail menyampaikan bahwa tahun ini seluruh proses PPDB harus mengikuti ketentuan yang tertuang dalam Petunjuk Teknis (Juknis) dan Peraturan Menteri Pendidikan.

Salah satu hal yang ditekankan adalah sistem zonasi berbasis data yang telah ditetapkan dan dikunci oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

“Setiap sekolah sudah memiliki kuota maksimal. Jika kami melanggar dan menambah jumlah siswa tanpa dasar zonasi yang sah, maka siswa itu tidak akan tercatat dalam Dapodik (Data Pokok Pendidikan),” tegasnya.

Ismail menjelaskan bahwa jika siswa diterima secara tidak sah atau melebihi kuota tanpa dasar yang kuat, ada sejumlah konsekuensi serius yang bisa terjadi:

1. Siswa tidak tercatat di Dapodik, sehingga tidak diakui secara resmi sebagai peserta didik nasional.

2. Tidak mendapatkan bantuan operasional sekolah (BOS) maupun BOS daerah (BOSDA) karena data tidak terverifikasi.

3. Tidak bisa mengikuti ujian nasional maupun ujian sekolah karena tidak memiliki data pokok yang sah.

4. Tidak bisa mengakses layanan pendidikan lanjutan, seperti masuk ke jenjang SMP, karena data tidak sinkron.

“Bayangkan kalau anak-anak ini tidak bisa ikut ujian saat kelas 6 nanti, karena namanya tidak ada di sistem. Ini yang kami khawatirkan,” ujarnya.

Menurut Ismail, sistem zonasi PPDB telah ditetapkan berdasarkan radius tempat tinggal siswa dengan sekolah, yang datanya sudah disampaikan ke pusat jauh sebelum pendaftaran dibuka. Selain zonasi, usia juga menjadi syarat utama dalam seleksi peserta didik di tingkat SD.

“Sesuai Juknis, seleksi SD diutamakan berdasarkan usia. Jika masih melebihi kuota, barulah diurutkan berdasarkan kedekatan tempat tinggal. Ini sudah baku dan tidak bisa diganggu gugat,” ucapnya.

Pihaknya mengaku tidak ingin menyulitkan masyarakat, namun sebagai lembaga pemerintah, Disdikpora wajib mematuhi regulasi pusat. Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan lokal tidak bisa digunakan untuk melanggar ketentuan yang sudah diatur secara nasional.

“Kami bukan tidak peduli. Kami sudah berjuang membantu masyarakat tahun lalu, sampai harus menghadap langsung ke pejabat pusat agar anak-anak bisa tercatat. Tapi tahun ini, jika kami ulangi, risikonya terlalu besar,” tegasnya.

Ismail berharap masyarakat dapat memahami posisi Disdikpora yang terikat regulasi. Pihaknya juga tengah mencari solusi jangka panjang agar ke depan persoalan serupa tidak kembali terjadi, terutama di sekolah-sekolah yang jumlah peminatnya tinggi.

Penulis: Akhmadi




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *